Keberuntungan G
Semoga Tetap Menyertaimu Anakku
SAYA tertarik menulis cerita ini karena pengalaman kemarin, Sabtu (26/1/2008). Waktu itu, kami bertiga berboncengan motor. Hari itu, kami berencana membawa G jalan-jalan ke Pantai Losari. Sampai di Jalan Pengayoman, Panakukang, ada sweeping.
Kami disuruh ke pinggir jalan. Belum lagi motor saya parkir dengan baik, polisi meminta maaf dan mempersilahkan kami melanjutkan perjalanan. “Ada anak kecil. Minta maaf pak, silahkan jalan,” kata polisi itu.
Meski sebenarnya tidak ada masalah kalau diperiksa karena kelengkapan kendaraan semua aman, tapi setidaknya alasan polisi itu mempersilahkan kami jalan adalah sebuah keberuntungan besar yang dihadirkan oleh G.
Melihat kenyataan itu, saya kembali merunut kehidupan kami kebelakang. Apakah benar G punya keberuntungan. Dalam janji-janji Tuhan jelas dikatakan, setiap orang punya rejekinya masing-masing.
Saya mau menceritakan dari awal perjalanan G.
Setelah menikah, awalnya saya berpikir untuk belum membawa bunda ke Batam. Satu alasan utamanya adalah belum ada kesiapan di Batam. Tapi, karena mendapat masukan dan dukungan moril dari keluarga, Bunda langsung saya bawa serta.
Semua kami mulai dari nol. Kalau dikatakan kami memulai hidup di Batam dengan tidur beralaskan karton bekas pembungkus kompor gas itu benar kami alami. Kasur dan bantal tidak ada. Semua kami jalani denagn perlahan. Beruntung karena kami membawa sedikit uang dari kampung yang bisa kami pakai.
Saya melompat langsung menceritakan bagaimana keberuntungan berpihak sama G. Gaji yang saya terima sebagai karyawan kontrak di Tribun Batam hanya Rp1,2 juta. Uang itu sudah terpotong sekitar Rp600 ribu untuk bayar sewa rumah, listrik, dan air.
Dengan dana itulah kami hidup di Batam dengan segala sesuatu yang serba mahal. Tapi, yang saya yakini, anak saya harus lebih baik dari kami. Dari sisi kepintaran dan semuanya. Jadi, sejak hamil, konsumsi susu selalu kami usahakan untuk membelinya. Termasuk perbaikan menu makanan untuk bunda. Pilihannya adalah, saya lebih hidup hemat.
Susu menjadi belanjaan wajib diawal gajian. Usia kandungan bunda masuk dua bulan, cobaan mulai datang. Bunda terserang penyakit cacar. Sakit itu tentunya membuat saya panik. Jika bicara solusi, pastinya bunda harus segera dibawa ke dokter. Kepanikan semakin mendera saat saya cari informasi melalui internet apa pengaruh penyakit cacar yang disebabkan oleh virus dapat membunuh janin.
Semua orang pasti panik jika menghadapi kondisi seperti saya. Istri kena penyakit yang bisa membahayakan janin atau calon anaknya. Harus kedokter? Duit yang ada dikantong kami berduia tidak lebih dari Rp 100 ribu. Apa yang harus kami lakukan.
Saya menelpon ke nenek G (Mama Puang) di Bone minta obat-obat tradisional. Dia menyebutkan obat yang mungkin bisa dikonsumsi, tapi mendengar kalau bunda sedang hamil, dia hanya menganjurkan satu cara.
Segera bawa ke dokter ahli. Jangan mengambil resiko. Pastinya saya tidak akan memberitahukan kondisi kami di Batam. Jika soal keadaan kami di Batam, memang kami berdua tidak pernah jujur. Kami selalu menceritakan kalau keadaan kami baik-baik saja. Semua terkendali dan tidak ada masalah.
Dengan penuh keterpaksaan dan diiringi doa yang kami sandarkan kepada Tuhan. Air kelapa jadi pilihan utama. Ada teman yang orang Batak namanya Lintong Manurung, menganjurkan agar air kelapa itu dicampur dengan telur ayam kampung. Itulah obat “murah” yang setiap pagi dan sore bunda minum. Tidak ada jalan lain, kami harus tetap berusaha dengan kondisi yang ada sambil terus berdoa.
Alhamdulillah, perlahan penyakit bunda sembuh. Hanya sayang, karena penangannya mungkin kurang sempurna, di beberapa bagian tubuh dan wajah bunda meninggalkan bekas.
Tapi, tidak mengurangi kecantikan bunda kok……
Setelah penyakit bunda reda, secara rutin kami memeriksakan G ke dokter ahli. Dokter yang kami pilih adalah dr Suyanto. Dokter ahli kandungan yang paling hebat di Batam kala itu. Meski biaya pemeriksaan dan obatnya, jika dibandingkan dengan penghasilan kami, memang mahal, tapi itulah jalan yang harus kami tempuh. Dengan harapan, G menjadi anak yang lebih baik dari kami. Sehat fisik dan perkembangan otaknya lebih sehat.
Setiap bulan, minimal kami menyisikan uang Rp 250 ribu untuk periksa kedokter dan menebus resep obat yang diberikan. Keberuntungan selalu menaungi kami. Meski dengan pengeluaran itu, kami tidak terlalu kekurangan sekali. Meski nama saya terdaftar sebagai peminjam tetap di sekretaris redaksi dan pegadaian Batam, tidak ada masalah. Malah, terpaksa harta karun Bunda satu persatu diuangkan. Tidak ada masalah demi sehat dan sempurnanya anak kami.
Itu selalu menjadi catatan yang kadang membuat saya heran. Kebiasaan merokok saya juga tidak pernah dihentikan. Dan alhamdulillah, dalam pekerjaan saya tidak pernah sekalipun menerima amplop dari nara sumber saya. Tapi, selalu saja cukup. Dalam kehidupan sehari-hari, kami juga tidak terbilang miskin.
Saat itu, saya selalu kembali mengingat janji Tuhan. Setiap anak ada rejekinya masing-masing. Termasuk anakku yang masih dalam kandungan. Perjalanan terus berlanjut hingga akhir bulan November 2006.
Saya meminta keluar dari Tribun Batam. Ada alasan yang kelak akan saya ceritakan. Satu yang saya pikirkan saat itu, saya harus memulai hidup baru demi anak saya. Lompatan berani harus saya lakukan. Anak saya kedepan butuh biaya lebih dan dengan status pekerjaan saya saat itu, saya tidak akan mungkin menghidupinya. Secara logika. Meski saya sadar semua anak ada rejekinya.
Setelah berdiskusi panjang dengan Bunda, akhirnya saya meninggalkan Tribun Batam diakhir November. Satu tujuan yang saya tujuan adalah kembali ke Sulawesi Selatan untuk menyelamatkan generasi saya. Setidaknya, jika kembali ke Makassar atau Bone, perasaan saya lebih aman. Meski tanpa duit proses persalinan anak saya aman. Ada orangtua yang pasti masih mau membantu.
Tetapi, apa yang saya dapatkan dari Tribun sungguh diluar dugaan saya. Saya berterimah kasih pada Mas Febby Mahendra yang memberikan saya banyak pilihan bijaksana, namun tidak bisa saya lakukan. Dengan bijaksana dia mengerti posisi saya dengan istri yang hamil tujuh bulan.
Kembali saya berpikir bahwa itu adalah rejeki G. Saya tidak mendapatkan pesangon, tapi lebih dari pesangon. Termasuk uang cicilan motor yang sudah saya bayarkan, dikembalikan dengan utuh, Uang sangu hati, dan semuanya. Semua tiket ditanggung sampai kepada pengiriman barang kami dari Batam ke Makassar.
Alhamdulillah.
Dengan modal yang cukup di tangan, bersama Bunda dan G kami bisa pulang ke Sulawesi Selatan dengan percaya diri. Satu yang saya yakini, proses kelahiran G dimana saja siap.
Itulah mungkin keberuntungan yang bisa saya ceritakan kepada G. Tanpa ada rekayasa dan semua berjalan apa adanya. Tanpa rencana, tapi dewi fortuna berpihak pada keluarga kecil kita.
Banyak lagi keberuntungan-keberuntungan yang kami dapatkan. Termasuk kemarin waktu kami naik motor dan polisi memberikan kita jalan dengan mudah. Tetapi, satu keberuntungan saya bersama bunda adalah dengan lahirnya G. Itulah keberuntungan dan rejeki terbesar yang kami dapatkan dan rejeki dan keberuntungan lahir bersamanya.
Semoga keberuntungan tetap menyertaimu G. Hidup kadang tidak cukup dengan usaha maksimal. Tapi, memang harus kita sandarkan pada kuasa Allah yang orang biasa menyebutnya sebagai keberuntungan. Saya sadar bahwa itu adalah bentuk pengasihan Tuhan pada kita manusia yang papa ini.
Harapan terbesar saya, semoga G tetap mendapat pengasihan dari Allah yang senantiasa menyertai perjalanan hidupmu anakku. Amin.
saya salut banget dgn perjuangan kt di Batam…sy pengen blajar byk dr kita sob….segitu sygnya kt sm ‘G’…….doakan ya sob,mg2 sy jg bisa secptx diberi momongan……….Amien……by.Liah Hamzah Alumni ’90 PMH BONE…..
terima kasih, ini hanya sedikit cerita yang tersida dari banyaknya lembaran. hehehe, mau belajar saya pikir lebih tepatnya saling memberi dan memaknai hidup. pengalaman hidup manusia masing-masing mengalami pasang da surut, saya yakin itu. tergantung bagaimana memaknainya. saya pun ingin membagi cerita dengan ibu hilda.
semoga cepat diberi momongan, saya doakan. amin.
Pagi pak, saya di batam, lagi nyari low kerja, eh ‘nyasar’ ke blog ini. Tapi malah tertarik dengan tulisan ini karena nilai perjuangan yang tinggi untuk seorang anak. Bolehkah saya men-sharing kan pengalaman ini di blog saya? Di Linwie.worspress.com mohon ijinnya. Thanks
terima kasih atas kunjungannya ke blog yang sederhana ini. semoga betah di batam. batam kota yang indah untuk dijelajahi dan sangat menantang. selamat berjuang ….
terima kasih atas kunjungannya. alhamdulillah, semangat yang harus selalu dijaga dan dibina. semoga akan selama seperti itu supaya bisa bermanfaat untuk orang lain. iya, silakan dishare, semoga bermanfaat. salam dan sekali lagi, terima kasih atas kunjungannya