Awal Generasi

MENULIS adalah pekerjaan saya. Tapi, kenapa saat saya akan menulis tulisan ini, saya tidak tau memulai dari mana. Karena terlalu banyak yang harus diceritakan.

Akhirnya saya meilih untuk menulis awal perjalanan Andi Galang Arzachel Pasinringi dari perjalanan saya dengan Bunda Heriyanti.

Memang agak berat kalau harus membuka kembali memori tanpa teks atau catatan. Semoga ingatan saya masih kuat untuk menulis perjalanan kahadiranmu anakku…

Perjalanan saya ke Batam saya pikir menjadi titik awal. Bulan Agustus 2004, saya ditugaskan oleh Uki M Kurdi (Pimred Tribun Timur) untuk berangkat ke Batam. Tugas saya adalah sebagai “bantuan tempur” membantu terbitnya adik Tribun Timur, Tribun Batam. Rencananya saya akan berangkat sekitar pertengahan Agustus. Kalau tidak salah tanggal 14 Agustus 2004 saya harus berangkat. Saya minta waktu tiga hari untuk pamitan ke kampung.

Saya pun pulang ke Bone. Yang pertama saya datangi tentunya orangtua untuk memberitahukan rencana keberangkatan saya ke Batam. Selanjutnya siapa?

Ke calon mertua (saat itu masih calon). Bunda saat itu tidak di Bone, tapi ada di Jakarta.

Pertanyaannya kemudian kenapa saya datang sementara bunda tidak ada di Bone. Tentu target saya bukan Bunda, tapi calon mertua. Kedatangan utama saya bukan untuk pamit, tapi untuk memastikan langkah ke depan.

Saat itu, saya memastikan kepada mereka kalau saya mau berangkat ke Batam. Target saya meyakinkan mereka kalau saya punya harapan sama Bunda. Waktu itu saya bilang, saya mau berangkat ke Batam. Saya jauh dan mungkin saja bisa terjadi sesuatu di belakang saya. Yang harus mereka tau, saya suka anaknya. Saya ingin membangun masa depan saya dengan anaknya. Saat ini Bunda.

Saya katakan, saya berangkat untuk satu harapan kembali melamar Bunda. Hanya sayang, waktu untuk datang kembali belum bisa saya pastikan. Saya tidak ingin menghalangi rejeki, saya bilang, kalau ada dibelakang saya yang datang melamar Bunda, silahkan saja dengan catatan.

Bunda ikhlas untuk menerima lelaki yang datang selain saya. Tapi, kalau tidak, jangan dipaksakan. Saya katakan kepada mereka, satu tahun saya berangkat, saya baru membangun dasar. Mungkin saya baru menyusun langkah kecil untuk menikah setelah satu tahun ke depannya. Artinya, Agustus 2005 saya baru bisa menyusun langkah untuk menikah dengan Bunda. Itupun baru menyusun langkah kecil. Belum pasti.

Dengan keyakinan dan keraguan saya berangkat ke Batam. Di Cengkareng, Jakarta (bandara) saya bertemu dengan Bunda. Mungkin hanya sekitar 10 menit. Belum ada kepastian yang saya berikan untuk kepastian melamar. Saya hanya katakan, berikan saya waktu berjuang. Karena saya tidak akan pernah “membuang handuk”. Kecuali kalau Bunda sudah tidak sabar menunggu. Saya tidak menjanjikan apa-apa. Kebahagiaan belum pasti. Apalagi sebagai seorang kuli tinta.

Tetapi, takdir berpihak kepada kami. Satu tahun saya di Batam, saya diberikan keyakinan untuk segera menikah. Apalagi ditambah dengan desakan keluarga. Meski saat itu, saya masih bimbang mengambil langkah itu. Posisi saya di Tribun Batam belum sebagai karyawan tetap. Masih karyawan kontrak yang statusnya belum jelas dan masih sangat labil. Meski saya orang yang sangat pragmatis, semua saya sandarkan pada Tuhan. Insya Allah pasti semua ada jalannya. Toh ini kebaikan kok.

Tanggal 8 November 2005 saya pulang ke Bone untuk menikah. Setelah itu, Bunda saya boyong ke Batam dengan kondisi perekonomian yang sangat pas-pasan. Hidup di Batam dengan gaji pas-pasan saya pikir sebuah langkah nekat. Tapi, saya kembali berkayakinan, semua akan ada rejekinya.

Awal-awal kami menikah sempat terjadi diskusi panjang dengan Bunda. Apakah kami akan langsung punya anak atau tidak. Saat itu, kami mengambil keputusan untuk menunda. Pil KB jadi pilihan. Alasannya, saya masih belum yakin dengan kondisi perekonomian. Apalagi dengan posisi karir yang masih belum jelas. Perjalanan kami lalui di Batam dengan hidup sederhana.

Kapan keputusan untuk memiliki momongan kami sepakati?

Dini hari tanggal 20 Maret 2006, saya mendapat surprise dari Bunda. Kue tart sebagai ucapan selamat ulang tahun. Umur saya memasuki usia 28 tahun. Saya sadar akan umur yang semakin tua. Bunda juga demikian yang hanya terpaut beberapa bulan dengan saya.

Dinihari itu kami kembali bicara serius, apakah kami memutuskan punya anak. Keputusan kami, kami akan buat program pembuatan anak. Sepanjang hari-hari itu kami menjalankan program pembuatan anak. Pil KB kami buang. Sebulan kemudian, Bunda telat haid. Namun, karena mertua (nenek G) datang ke Batam dan mau jalan-jalan ke Selat Panjang, Bunda terpaksa mengantar.

Perjalanan yang melelahkan membuat kondisi kesehatan bunda drop. Telat bulan yang kami harapkan berbuah naas. Bunda sakit parah dan mengalami haid berkepanjangan. Kemungkiannya calon bayi yang ada dalam rahimnya gagal berbuah karena kelelahan.

Kami tidak putus asa dan akhirnya usaha kami kembali mendatangkan hasil. Saat itulah saya yakin kalau yang ada dalam kandungan Bunda itu adalah G. Inilah cerita awal generasi. Generasi yang selanjutnya saya beri nama Andi Galang Arzachel Pasinringi.

Iklan

3 Tanggapan to “Awal Generasi”

  1. Wowww… Fantastis skali jalan ceritanya boss.. Bisa dijadikan sinetron hehehe Kira2 juulnya apa yah..?? Mudah2an bs jadi pelajaran buat tman2 smua (tmasuk saya juga heheehe…

  2. hehehe….Om Dadang mau bikin sepupu G yah…cepet lah Om, biar ada teman main. Ato kalo cewe’, nanti kuodokki..hehehehe

  3. oooo begitu ya prosesnya cang….

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: